Skip to main content

Pro dan Kontra Rencana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

Mencuatnya usulan bahwa Pemilihan Kepala Daerah hanya akan di pilih oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah saat ini ternyata bukan hanya sebatas isu belaka melainkan sedang dibahas oleh Panja RUU Pilkada dengan Kementrian Dalam Negeri. Usulan yang di dominasi oleh partai koalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN) telah menuai banyak pro dan kontra baik di kalangan elit politik, pakar hukum, dan bahkan masyarakat.

"Pemilihan Kepala Daerah secara demokrasi oleh seluruh warga negara di daerah sangat rentan dengan timbulnya konflik. Disamping itu Anggaran Dana untuk proses Pilkada langsung akan sangat besar dan tak dapat di pungkiri pula bahwa seorang calon kepala daerah akan mengeluarkan dana yang saya kira lima kali lebih besar ketimbang jika dilakukan dengan cara pemilihan oleh DPRD."..

Kalimat bercetak miring diatas merupakan alasan timbulnya pemikiran para elit partai politik yang berkoalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN).

Sebagai bagian dari warga negara yang hidup dan tinggal di negara Indonesia, saya termasuk dalam bagian yang paling tidak sependapat dengan rancangan bahwa pemilihan kepala daerah harus dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, mengapa?

Berikut pendapat singkat saya mengapa termasuk dalam bagian yang tidak sepakat atas usulan ini!.

  1. Telah menjadi bukti bahwa dari hasil Pilpres beberapa waktu yang lalu, koalisi banyak partai politik belum tentu mampu memenangkan calonnya. Ini berarti bahwa masyarakat menilai sosok seorang pemimpin bukan dari banyaknya partai yang mendukung melainkan dari sisi kualitas calon pemimpin tersebut. Sementara jika menggunakan metode pemilihan yang hanya di wakilkan kepada para anggota DPRD, maka koalisi banyak partai pasti akan memenangkan pertandingan politik.
  2. Di pilihnya seorang kepala daerah melalui suara DPRD bisa saja mengakibatkan mudahnya penyelewengan suara rakyat yang diwakilkan melalui anggota DPRD untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
sebenarnya masih banyak lagi permasalahan dan kekhawatiran yang ditimbulkan jika rencana partai politik tentang mekanisme pemilihan kepala daerah ini benar-benar menjadi undang-undang yang mengikat.

Apakah ada tanggapan lain ?

Comments

Popular posts from this blog

Ternyata Tak Semua Pejabat Takut dengan Media

Siapa yang tidak kenal Bolot. Salah satu pelawak terkenal Indonesia yang memerankan adegan lawak sebagai orang yang kurang awas pendengarannya. Ketika ia bertanya kepada pelawak lain, lalu di jawab oleh teman lawaknya, maka yang sering kita saksikan adalah pertanyaan tersebut kembali di ulang oleh Bolot. Akhirnya dalam adegan selanjutnya, lawan main si Bolot menjadi marah. Di sinilah letak nilai kelucuan dan keluguan Bolot yang melahirkan tawa dari para penonton. Inilah yang terjadi dalam dunia nyata ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta kesal atas pertanyaan berulang-ulang dari seorang presenter salah satu televisi swasta di Indonesia. Ahok menganggap pertanyaan tersebut hanya menyita waktu aktivitas kerjanya sebagai abdi masyarakat. Tayangan acara interview yang telah diunggah ke situs youtube ini telah banyak di tonton dan di komentari oleh masyarakat pengguna internet. Kekesalan Ahok hampir mirip dengan adegan lawan main si Bolot dalam lawakannya. Salah satu media televisi ini

Benarkah Jokowi Effect Gagal?

Banyak lembaga menganalisa bahwa elektabilitas Jokowi yang dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ternyata tidak membawa efek yang signifikan terhadap perolehan Persentase Suara PDI-P secara nasional. PDI-P yang semula mengharapkan perolehan persentase suaranya diatas 20 persen (sekitar 27 persen) setelah menetapkan Jokowi sebagai Capresnya, ternyata menurut beberapa pengamat politik dan lembaga survey tidak memiliki efek yang signifikan walaupun PDI-P secara hitung cepat telah menang dengan perolehan suara pada kisaran 18 - 19 persen. Benarkah " Jokowi Effect " dinyatakan gagal ? Hari ini saya memiliki pandangan lain tentang Jokowi Effect tersebut. Dari sisi pandangan saya, Jokowi effect sebenarnya berhasil. Mengapa? Elektabilitas partai politik pada pemilu 2014 ini sebenarnya telah turun drastis setelah banyaknya anggota partai politik yang terkena kasus korupsi, tak terkecuali di tubuh PDI-Perjuangan. Tingkat kepercayaan masyarakat tu