Skip to main content

Obor Rakyat Yang Sebenarnya

Ironis, itulah kata yang bisa diungkapkan untuk dua media berita terbaik yang di miliki Indonesia. Stasiun televisi yang selalu menyajikan berita akurat, terpercaya, kini tidak lagi mengutamakan netralitas dalam penyajian programnya.

Itulah dahsyatnya politik. Apapun bisa ditempuh untuk mencapai tujuan. Masyarakat luas mau tidak mau, suka tidak suka harus menanggung segala akibat dari kelicikan sebuah dinamika politik. Bagi stasiun televisi dan orang-orang yang bernaung didalamnya, hal ini sangatlah menguntungkan. Tetapi bagi masyarakat, hal ini justru merugikan dan dapat menjerumuskan seseorang dalam pertikaian.

Dengan politik, seseorang bisa membeli atau menggunakan alat apapun. Dan media sebagai alat yang tidak terbatas ruang dan waktu bisa digunakan untuk memutarbalikkan sesuatu. Saat ini hal tersebut telah menjadi nyata dimana media berita terpercaya yang seharusnya bersikap netral akhirnya di setir oleh politik

Jelang Pemilu Presiden 9 Juli 2014 di Indonesia, dua stasiun televisi saling serang untuk melumpuhkan lawan politiknya. Sebagai warga negara, saya sangat prihatin dengan keadaan ini. Hal ini seperti ingin mengatakan bahwa tabloid Obor Rakyat yang heboh diberitakan ternyata hanya sebuah obor dengan sumbu kecil yang sekali tiup akan padam. Sementara Obor bersumbu besar yang sebenarnya terletak media televisi berita yang saling menjagokan kandidatnya masing-masing.




Comments

Popular posts from this blog

Pro dan Kontra Rencana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

Mencuatnya usulan bahwa Pemilihan Kepala Daerah hanya akan di pilih oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah saat ini ternyata bukan hanya sebatas isu belaka melainkan sedang dibahas oleh Panja RUU Pilkada dengan Kementrian Dalam Negeri. Usulan yang di dominasi oleh partai koalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN) telah menuai banyak pro dan kontra baik di kalangan elit politik, pakar hukum, dan bahkan masyarakat. " Pemilihan Kepala Daerah secara demokrasi oleh seluruh warga negara di daerah sangat rentan dengan timbulnya konflik. Disamping itu Anggaran Dana untuk proses Pilkada langsung akan sangat besar dan tak dapat di pungkiri pula bahwa seorang calon kepala daerah akan mengeluarkan dana yang saya kira lima kali lebih besar ketimbang jika dilakukan dengan cara pemilihan oleh DPRD.".. Kalimat bercetak miring diatas merupakan alasan timbulnya pemikiran para elit partai politik yang berkoalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN). Sebagai bagian

Ternyata Tak Semua Pejabat Takut dengan Media

Siapa yang tidak kenal Bolot. Salah satu pelawak terkenal Indonesia yang memerankan adegan lawak sebagai orang yang kurang awas pendengarannya. Ketika ia bertanya kepada pelawak lain, lalu di jawab oleh teman lawaknya, maka yang sering kita saksikan adalah pertanyaan tersebut kembali di ulang oleh Bolot. Akhirnya dalam adegan selanjutnya, lawan main si Bolot menjadi marah. Di sinilah letak nilai kelucuan dan keluguan Bolot yang melahirkan tawa dari para penonton. Inilah yang terjadi dalam dunia nyata ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta kesal atas pertanyaan berulang-ulang dari seorang presenter salah satu televisi swasta di Indonesia. Ahok menganggap pertanyaan tersebut hanya menyita waktu aktivitas kerjanya sebagai abdi masyarakat. Tayangan acara interview yang telah diunggah ke situs youtube ini telah banyak di tonton dan di komentari oleh masyarakat pengguna internet. Kekesalan Ahok hampir mirip dengan adegan lawan main si Bolot dalam lawakannya. Salah satu media televisi ini

Akanlah HUT RI ke 69 Akan Tercoreng

Saya akan mulai dengan kalimat "Akan kah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2014 ini akan tercoreng dengan adanya agenda sidang Sengketa Pemilu Presiden?". Telah kita ketahui bersama bahwa hampir seluruh mata warga negara Indonesia dan bahkan dunia sedang tertuju pada satu agenda yang katanya merupakan bagian dari demokrasi di Indonesia yaitu "proses persengketaan pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang yang hasil akhirnya akan diputuskan oleh sembilan orang hakim konstitusi pada tanggal 22 Agustus mendatang sampai saat ini masih terus berlangsung. Dakwaan tahapan pemilu menurut pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masiv oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kemudian di rasa merugikan paslon presiden dan wakil presiden nomor urut satu ini benar-benar menghambat proses demokrasi yang seharusnya berjalan dengan baik. Sementara itu tidak lama lagi rakyat