Skip to main content

Bumbu Demokrasi

Money politic sudah menjadi salah satu bumbu yang terdapat dalam proses demokrasi terselubung di nengara kita. Setiap calon kepala daerah, calon legislatif dalam melaksanakan proses demokrasi pastilah tidak akan pernah menghilangkan bumbu yang satu ini karena akan terasa hambar jika hal ini dihilangkan.

Karena bumbu ini terselubung dan menyatu dalam proses demokrasi sehingga ketika proses demokrasi telah selesai, semua calon yang kalah pasti akan mengajukan proses banding ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk para calon yang menang, ketika bumbu ini (money politic) telah habis di masa pencalonan, maka dalam kurun masa jabatannya, si calon yang menang harus kembali mempersiapkan diri dalam mengembalikan dan mempersiapkan kembali bumbu tersebut untuk proses lima tahun mendatang. Cara yang paling praktis dilakukan adalah dengan melakukan praktek Korupsi. 

Karena saat ini praktek korupsi berusaha diberantas melalui salah satu lembaga bernama KPK,maka digunakan cara-cara lain yang sulit untuk di endus KPK yaitu dengan cara melakukan praktik Kolusi. Ada banyak praktek bagi-bagi proyek yang dilakukan oleh seorang kepala daerah atau para wakil rakyat di DPR / DPRD. Praktik seperti ini sampai saat ini masih gemar dilakukan dan sangat sulit untuk diberantas.

Metode praktik kolusi biasanya akan dimulai dari proses penempatan para pejabat publik di pemerintahan yang pro tanpa memperhatikan integritas dan kualitas dari para pejabat publik tersebut. Hal inilah yang kemudian membuat para pejabat publik (pegawai negeri sipil) wajib untuk ikut memberikan dukungan kepada calon tertentu pada masa proses politik untuk mengamankan posisinya di pemerintahan.
Wakil rakyat juga tidak mau ketinggalan. Dengan kekuatannya di parlemen, mereka meminta jatah proyek untuk mengembalikan bumbu yang sudah dibagikan pada saat proses demokrasi.

Mari kita lihat di banyak daerah di Indonesia ini, para wakil rakyat, para pemimpin daerah memiliki prosentase tinggi berasal dari kalangan mantan (eks) pengusaha. Dengan kekuatan bumbu yang dimiliki, penjelmaan ini dilakukan untuk menjaga dan mengelola aset usaha mereka dengan lebih mudah ketika menduduki posisi pemerintahan.

Siapa yang disalahkan? 
Rakyat susah adalah salah satu bagian yang menghadirkan bumbu terselubung dalam proses demokrasi.
Tingkat ekonomi masyarakat menjadi pilar utama larisnya bumbu yang disebarkan oleh para elit politik dalam meraup suara rakyat guna mencapai keinginannya memegang kendali tampuk kekuasaan.
Menyalahkan rakyat atas masalah ini juga tidak dibenarkan. Tetapi hendaknya rakyat kita harus lebih memahami bahwa kita hidup bukan hanya untuk saat ini saja tetapi untuk kelangsungan hidup anak cucu di masa mendatang. Karena itu sebagai penulis saya ingin menyuarakan bahwa mencari seorang pemimpin bagi dari daerahnya janganlah disesuaikan dengan kadar bumbu yang diberikan sang calon, tetapi lebih pada kualitas dan integritas si calon tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Pro dan Kontra Rencana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

Mencuatnya usulan bahwa Pemilihan Kepala Daerah hanya akan di pilih oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah saat ini ternyata bukan hanya sebatas isu belaka melainkan sedang dibahas oleh Panja RUU Pilkada dengan Kementrian Dalam Negeri. Usulan yang di dominasi oleh partai koalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN) telah menuai banyak pro dan kontra baik di kalangan elit politik, pakar hukum, dan bahkan masyarakat. " Pemilihan Kepala Daerah secara demokrasi oleh seluruh warga negara di daerah sangat rentan dengan timbulnya konflik. Disamping itu Anggaran Dana untuk proses Pilkada langsung akan sangat besar dan tak dapat di pungkiri pula bahwa seorang calon kepala daerah akan mengeluarkan dana yang saya kira lima kali lebih besar ketimbang jika dilakukan dengan cara pemilihan oleh DPRD.".. Kalimat bercetak miring diatas merupakan alasan timbulnya pemikiran para elit partai politik yang berkoalisi (Gerindra, Golkar, Demokrat, PPP dan PAN). Sebagai bagian

Ternyata Tak Semua Pejabat Takut dengan Media

Siapa yang tidak kenal Bolot. Salah satu pelawak terkenal Indonesia yang memerankan adegan lawak sebagai orang yang kurang awas pendengarannya. Ketika ia bertanya kepada pelawak lain, lalu di jawab oleh teman lawaknya, maka yang sering kita saksikan adalah pertanyaan tersebut kembali di ulang oleh Bolot. Akhirnya dalam adegan selanjutnya, lawan main si Bolot menjadi marah. Di sinilah letak nilai kelucuan dan keluguan Bolot yang melahirkan tawa dari para penonton. Inilah yang terjadi dalam dunia nyata ketika Wakil Gubernur DKI Jakarta kesal atas pertanyaan berulang-ulang dari seorang presenter salah satu televisi swasta di Indonesia. Ahok menganggap pertanyaan tersebut hanya menyita waktu aktivitas kerjanya sebagai abdi masyarakat. Tayangan acara interview yang telah diunggah ke situs youtube ini telah banyak di tonton dan di komentari oleh masyarakat pengguna internet. Kekesalan Ahok hampir mirip dengan adegan lawan main si Bolot dalam lawakannya. Salah satu media televisi ini

Akanlah HUT RI ke 69 Akan Tercoreng

Saya akan mulai dengan kalimat "Akan kah peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2014 ini akan tercoreng dengan adanya agenda sidang Sengketa Pemilu Presiden?". Telah kita ketahui bersama bahwa hampir seluruh mata warga negara Indonesia dan bahkan dunia sedang tertuju pada satu agenda yang katanya merupakan bagian dari demokrasi di Indonesia yaitu "proses persengketaan pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang yang hasil akhirnya akan diputuskan oleh sembilan orang hakim konstitusi pada tanggal 22 Agustus mendatang sampai saat ini masih terus berlangsung. Dakwaan tahapan pemilu menurut pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masiv oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kemudian di rasa merugikan paslon presiden dan wakil presiden nomor urut satu ini benar-benar menghambat proses demokrasi yang seharusnya berjalan dengan baik. Sementara itu tidak lama lagi rakyat